Tafsir Maknawi Bulan Sya’ban

Oleh: Nufil Musfa
    
Setiap memasuki tanggal lima belas pada bulan Sya’ban, membaca surah Yasin sebanyak tiga kali sudah menjadi tradisi di Pondok Pesantren Annuqayah. Setelah pembacaan surah Yasin selesai, para santri sowan kepada pengasuh Annuqayah di berbagai kompleks sebagai simbol untuk meminta permohonan maaf, karena dikhawatirkan pernah berbuat sesuatu yang kurang berkenan dalam diri pengasuh secara khusus, umat muslim secara umum. Sebagai umat muslim, mengapa harus bulan Sya’ban kita harus saling meminta maaf? Kenapa tidak pada bulan-bulan yang lain?

Berkaitan dengan hal itu Abu Hurairah dari Usamah bin Zaid, berkata, ”aku telah berkata, wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat Anda (banyak) berpuasa pada salah satu bulan di mana Anda tidak biasa melakukannya pada bulan-bulan lainnya.” Rasulullah bertanya, “[coba], bulan apakah itu?” Abu Hurairah berkata, “pada bulan Sya’ban.” Rasulullah bersabda, ”Sya’ban adalah bulan yang ada di antara Rajab dan Ramadan. Banyak sekali orang yang melalaikan bulan tersebut. Pada bulan itulah amal perbuatan manusia diangkat (ke langit). Oleh karena itulah, aku ingin amal-amalku diangkat (ke langit), sedangkan aku menunaikan ibadah puasa.” Abu Hurairah kembali berkata, “aku juga melihat Anda pada hari Senin dan Kamis, bahkan Anda tidak pernah meninggalkan puasa pada kedua hari itu.” Rasulullah bersabda, ”sesunguhnya amal perbuatan hamba juga diangkat (ke langit) pada kedua hari itu. Oleh karena itu, aku juga ingin kalau amalku diangkat (ke langit), sedangkan aku menunaikan ibadah puasa”.

Jadi, tradisi baca Yasin diulang hingga tiga kali, kemudian para santri saling meminta maaf, karena pada bulan tersebut malaikat melaporkan semua perbuatan manusia selama satu tahun, yang buruk maupun yang baik. Membaca Yasin sebagai usaha doa kita agar selama satu tahun ke depan, mampu berbuat baik dan mengurangi perbuatan buruk. Sebagai manusia, merupakan sesuatu yang mustahil jika lepas dari perbuatan yang tidak diridhai Allah. Nah, dalam hal ini penting kita sikapi dengan meminta maaf, jika perbuatan buruk yang kita lakukan menyangkut sesama manusia.

Dalam salah satu keterangan dijelaskan bahwa Allah tidak akan menerima taubatnya seseorang jika masih menanggung kesalahan yang masih meminta maaf pada yang bersangkutan. Haqqul adami (sesutu yang berhubungan dengan anak adam) adalah sebagai penentu terkabulnya taubat manusia. Berbuat salah kepada manusia seperti meghibah, mengolok-olok satu kali seakan mampu menghilangkan perbuatan ibadah selama satu tahun.

Dalam kisah yang lain diceritakan dari Tsa’labah Al Khusyani dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jika malam nishfu sya’ban, maka Allah akan mengawasi hamba-hamba-Nya. Lantas Dia akan mengampuni orang-orang beriman, dan membiarkan orang kafir dan meninggalkan orang-orang yang memiliki rasa dengki sampai mereka benar-benar menanggalkan sifat buruk tersebut dari mereka.”

Dari kisah ini, sebagai muslim sejati kita dituntut untuk melapangkan dadanya, memaafkan semua manusia yang berbuat buruk dengan bentuk apapun. Sebab jika manusia tidak mewujudkan sikap  toleransinya kepada sesama manusia maka akan rugi; tidak mendapatkan pengawasan dan ampunan Allah. Sebagai muslim mari jadikan bulan Sya’ban sebagai sarana terkabulnya permintaan, dan diterimanya semua taubat manusia. []
Share this video :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Duta Santri - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger