SEMARANG – Selama ini, siapa yang tidak tahu bahwa PPA. Lubangsa Selatan “Gudang Penulis”? prestasi santri-santri daerah yang didirikan oleh almarhum KH. Moh. Ishomuddin AS telah menggunung. Namun, belakangan terakhir sempat muncul bahasa bahwa Gudang Penulis sudah mulai runtuh. Sebab, prestasi generasi para penulis dalam kancah nasional kian surut. Namun, hal itu bisa terbantahkan dengan banyaknya santri yang juga tetap menorehkan prestasi menulis, baik lokal, nasional maupun internasional.
Pada Sabtu (7/2) tiga santri PPA. Lubangsa Selatan selama dua hari berkesempatan menghadiri Peluncuran Antologi Puisi Tingkat Nasional “Rodin Memahat Le Pensiur”. Tiga santri tersebut ialah Ach. Zaini dari Pasongsongan, Badruddin Syariful Alim asal Pamekasan, dan Irvan Sholihin Hakiki santri beralamat Jember. Kehadiran Ach. Zaini untuk menerima penghargaan prestasi sebagai juara III Lomba Penulisan Puisi yang diadakan oleh KIAS (Kajian Ilmu Apresiasi Sastra) Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas PGRI Semarang tersebut. Sedangkan Badrud dan Irvan sebagai nominator yang masing-masing puisinya juga akan dipublikasikan dalam antologi.
Prestasi para santri yang saat ini sedang menjalani masa pendidikan di Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) tersebut, perlu mendapatkan apresiasi. Sebab, dari daerah lain di Annuqayah tidak ada yang puisinya masuk sebagai nominasi. Sementara mereka dari PPA. Lubangsa Selatan tak satupun yang gugur dalam even tersebut. Bahkan sekalipun harus bersaing dengan peserta yang jumlahnya tak dapat dihitung jari. “Dari sekitar 800 orang lebih yang mengikuti even ini, hanya 34 orang yang terpilih sebagai nominator yang karyanya akan dijadikan antologi. Dan dari PPA. Lubangsa Selatan (Zaini, Badrud, dan Irvan, Red.) lolos semua sebagai nominator,” kata Zaini pada Jum’at (13/2).
Lebih lanjut, Zaini mengatakan, rangkaian acaranya dikemas dengan peluncuran buku oleh Wakil Rektor III, pembacaan puisi & diskusi oleh penyair, serta pagelaran seni oleh komunitas-komunitas Semarang. “Diskusinya ‘dikuasai’ teman-teman dari sini. saya baru pertama berhadapan dengan orang-orang besar, orang-orang yang memang tidak asing di telinga saya,” jelasnya. Tapi untuk sampai di tempat acara, Zaini mengaku mesti melalui perjalanan melelahkan sekaligus mengesankan. Pihaknya mengaku sempat tidur di sebuah rumah sakit sebelum sampai tujuan. Saat pagi menjelang, baru mereka melanjutkan perjalanan.
Sementara, dalam kesempatan itu Zaini memberikan komentarnya terhadap santri-santri secara umum yang bergelut dalam dunia menulis. “Sebenarnya untuk saat ini saya membaca santri-santri sifatnya bergantung. Banyak di Annuqayah publiknya publik figur,” katanya. Padahal sebenarnya, kata Zaini, para santri harus berusaha sendiri dan tidak menggantungkan diri pada senior. Dia mengibaratkan, menekuni dunia kepenulisan sama halnya dengan orang berada dalam sebuah perjalanan jauh. “Kita punya tujuan. Tapi kadang kala kita mendapat banyak halangan yang akhirnya membuat kita diam,” tuturnya. “Menentukan pilihan itu gampang. Tapi untuk menekuni pilihan itu yang sulit,” imbuhnya. [Riel/Yon/Vil]